Ratu Entok Menangis di Sidang Pledoi: “Saya Tidak Bermaksud Menghina!” Kuasa Hukum Bantah Tuntutan JPU

Komentar
X
Bagikan

Medan, kedantv.com – Sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa selebgram Ratu Entok atau Ratu Thalisa (IS) kembali digelar pada Senin, 24 Februari 2025, di Pengadilan Negeri Medan, Ruang Cakra 8. Agenda utama sidang kali ini adalah pembacaan nota pembelaan (pledoi) oleh tim kuasa hukum terdakwa.

Sidang yang terdaftar dengan nomor perkara 2359/Pidsus/2024 ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Achmad Ukayat, SH., MH., bersama dua hakim anggota dan seorang panitera. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmi Safrina hadir dalam sidang tersebut, mendampingi terdakwa dan tim kuasa hukumnya yang diketuai oleh Wendy M. Tanjung, SH., MH., serta beranggotakan Muhammad Faisal Ginting, SH., M.Hum., Faisal Arbi, SH., MH., Suyanto, SH., dan Erry Afrizal, SH.

Pledoi Penuh Haru: Ratu Entok Serahkan Nasibnya pada Keadilan

Dalam pledoi yang dibacakan oleh kuasa hukum Erry Afrizal, SH., pihaknya meminta Majelis Hakim mempertimbangkan kasus ini dari aspek yuridis, filosofis, dan hati nurani demi tegaknya kebenaran dan keadilan.

“Saat ini, kita sebagai penegak hukum dihadapkan pada suatu peristiwa yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana sesuai Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE atau Pasal 156a KUHP. Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim agar mempertimbangkan hukum dengan sebaik-baiknya demi tegaknya kebenaran dan keadilan,” ujar Erry Afrizal.

Tim kuasa hukum juga menegaskan bahwa terdakwa menyerahkan sepenuhnya nasibnya kepada Majelis Hakim yang akan memberikan putusan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.

“Kasus ini ibarat objek penyelidikan medis, di mana setiap pihak telah menganalisisnya dengan pendekatan ilmu masing-masing untuk mencari diagnosis yang benar,” tambahnya.

Tidak Ada Unsur Kesengajaan, Tindakan Spontanitas

Pada sidang sebelumnya, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman penjara empat tahun enam bulan dan denda Rp100 juta. Namun, kuasa hukum menolak dakwaan tersebut dan menegaskan bahwa unsur “dengan sengaja dan tanpa hak” dalam pasal yang didakwakan tidak terbukti.

“Berdasarkan fakta di persidangan, tindakan terdakwa dilakukan secara spontan sebagai respons terhadap komentar negatif di siaran langsung, tanpa perencanaan. Maka unsur ‘dengan sengaja dan tanpa hak’ tidak terbukti,” tegas kuasa hukum.

Kuasa hukum juga membantah bahwa terdakwa sengaja mencari foto Yesus sebagaimana dituduhkan JPU.

“Terdakwa hanya mencari foto Nabi Isa Berhati Kudus, bukan Yesus. Ini membuktikan bahwa tidak ada niat jahat atau maksud menghina,” lanjutnya.

Bukti Video JPU Dinilai Tidak Sah dan Tidak Utuh

Tim pembela juga menyoroti bukti video yang diajukan oleh JPU di persidangan.

“Bukti video yang dihadirkan JPU hanya berdurasi 47 detik, sementara terdakwa mengunggah video berdurasi dua menit. Sesuai Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 16 ayat (1) UU ITE, bukti elektronik harus ditampilkan secara utuh agar sah secara hukum,” jelas kuasa hukum.

Keterangan ini diperkuat oleh ahli forensik digital Dr. T. Riza Zarzani, SH., MH., yang menyatakan bahwa alat bukti elektronik harus lengkap dan tidak boleh terpotong-potong agar memiliki validitas hukum.

Tidak Terbukti Menghasut atau Menyebarkan Kebencian

Dalam dakwaan, JPU menuding bahwa terdakwa mengajak atau menghasut publik untuk membenci kelompok agama tertentu. Namun, berdasarkan keterangan saksi, tuduhan ini tidak dapat dibuktikan.

“Tidak ada satu pun saksi yang menyatakan bahwa terdakwa mengajak atau menghasut orang lain. Terdakwa hanya membalas komentar akun TikTok 400 saat siaran langsung,” ungkap kuasa hukum.

Selain itu, ahli bahasa Agus Bambang Hermanto, S.S., M.Pd., yang dihadirkan dalam persidangan, menerangkan bahwa dalam video terdakwa, gambar yang ditampilkan hanyalah “mitra tutur”, bukan objek penghinaan. Namun, tim kuasa hukum menolak argumen ini dengan mengutip pendapat para ahli linguistik internasional seperti Jakobson dan Jhon Searle, yang menegaskan bahwa komunikasi hanya bisa terjadi jika ada pengirim dan penerima yang mampu memahami pesan—benda mati tidak bisa menjadi mitra tutur.

Terdakwa Tidak Intoleran, Justru Pernah Membela Hak Beribadah Umat Kristen

Kuasa hukum juga menyinggung bahwa terdakwa sebelumnya pernah membela hak ibadah umat Kristiani.

“Terdakwa justru pernah memperjuangkan kebebasan beribadah umat Nasrani di Suzuya Mall Marelan pada Juni 2023. Sangat tidak masuk akal jika ia dituduh membenci umat Kristen,” tegas kuasa hukum.

Tuntutan Denda Rp100 Juta Dinilai Tidak Berdasar

Terkait tuntutan denda Rp100 juta dan kurungan enam bulan, kuasa hukum menilai tuntutan ini tidak relevan karena JPU tidak dapat membuktikan adanya kerugian akibat tindakan terdakwa.

“Tidak ada bukti kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan terdakwa. Maka tuntutan ini harus dikesampingkan,” ucap kuasa hukum.

Kesimpulan: Unsur Pasal yang Didakwakan Tidak Terbukti

Berdasarkan seluruh fakta yang terungkap di persidangan, tim kuasa hukum menegaskan bahwa dakwaan JPU tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

“Kami meminta Majelis Hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan fakta yang sesungguhnya, bukan berdasarkan persepsi yang tidak utuh,” pungkas kuasa hukum.

Usai penyampaian Pledoi oleh Kuasa Hukum Terdakwa, pada pledoinya terdakwa yang langsung disampaikan bahwa menunjukkan penyesalan mendalam atas perbuatannya. Bahkan, ia sampai meneteskan air mata saat memberikan pembelaan di hadapan majelis hakim.

Usai sidang dalam wawancaranya, Kuasa hukum terdakwa, Erry Afrizal, SH, menyampaikan bahwa kliennya tidak memiliki niat untuk menyebarluaskan video tersebut secara luas. “Sebenarnya, ia hanya ingin membalas akun 400. Tidak ada niatan untuk membuat video itu menjadi viral,” ujar Erry kepada wartawan usai persidangan.

Menurut Erry, tangisan terdakwa dalam sidang mencerminkan isi hatinya yang sesungguhnya. “Kita bisa lihat sendiri bahwa ia sangat menyesal. Ini adalah ungkapan hatinya. Mungkin ia menyadari bahwa perbuatannya salah atau mungkin juga ia tidak menyangka dampaknya akan sebesar ini,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Erry juga menegaskan bahwa pihaknya tetap meminta majelis hakim untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi kliennya.

Sidang akan kembali dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda replik dari Jaksa Penuntut Umum.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *