Medan, kedantv.com – Eksekusi lahan yang berulang kali dilakukan di Jalan Gandhi, Medan, menuai protes keras dari warga dan tim kuasa hukum mereka. Dalam konferensi pers yang diadakan pada Selasa (25/02/2025), Bobby C. Halim, S.H., M.H., CPM bersama Darwis Chandra, S.H. dan perwakilan warga, Benny, menegaskan bahwa eksekusi yang dijadwalkan pada 27 Februari 2025 dianggap cacat prosedur dan melanggar hak kepemilikan warga yang sah.
Bobby menyatakan, “Jika eksekusi ini terus dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas, ini bisa menjadi preseden buruk bagi pemilik tanah bersertifikat di Indonesia,” ungkapnya tegas di Medan. Menurutnya, beberapa rumah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang belum pernah disengketakan secara hukum tetap dijadikan objek eksekusi. Ia juga menyoroti ketiadaan keterlibatan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam pengukuran lahan, yang seharusnya sesuai dengan PP Nomor 18 Tahun 2021, khususnya Pasal 93 Ayat 2.
Kuasa hukum warga pun mendesak agar Presiden RI dan Menteri ATR/BPN segera memberikan atensi. Mereka menekankan bahwa lahan tersebut telah dikuasai warga selama lebih dari 40 tahun, dan beberapa di antaranya merupakan tanah negara. Gugatan hukum pun telah diajukan ke Pengadilan Negeri sebagai upaya mempertahankan hak-hak warga.
Bobby Cristian Halim menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang hadir. “Baik, terima kasih, selamat siang semuanya. Hari ini bersama kita saya, Bobby Cristian Halim, selaku tim kuasa hukum dari masyarakat Jalan Gandhi; Bapak Darwis Chandra, S.H., juga merupakan tim hukum, serta Pak Beni sebagai perwakilan warga,” ujarnya secara langsung.

Bobby menjelaskan bahwa tim kuasa hukum baru saja menerima surat penjadwalan eksekusi untuk lahan di Jalan Gandhi yang akan dilaksanakan pada 27 Februari. Ia menyayangkan penetapan jadwal eksekusi tersebut dan menegaskan bahwa gugatan hukum sudah ditempuh terkait prosedur eksekusi yang tidak sesuai dan pelanggaran hak kepemilikan warga. “Hari ini dapat kita informasikan bahwa minggu lalu kami mendapati surat penjadwalan eksekusi untuk tanggal 27 Februari. Kami sangat menyayangkan terbitnya kembali jadwal tersebut, dan sudah kami ambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri,” jelas Bobby.
Dalam paparan lebih lanjut, Bobby mengungkapkan bahwa terdapat tanah bersertifikat yang belum pernah dilibatkan BPN dalam pengukuran sehingga jelas melanggar PP Nomor 18 Tahun 2021. “Di lapangan, kami tidak pernah melihat kehadiran BPN, baik bersama warga maupun dengan jurusita pengadilan,” tambahnya. Ia juga mengaitkan peristiwa ini dengan kasus serupa di Bekasi yang sempat viral dan mendapatkan perhatian langsung dari Menteri ATR/BPN, Bapak Nusron Wahid.
Bobby menegaskan, “Tanah bersertifikat hak milik yang belum pernah disengketakan secara hukum namun tetap dieksekusi, ini adalah preseden yang sangat merugikan. Jika eksekusi paksa terjadi, hukum akan menjadi budak, bukan lagi Panglima di negeri kita.” Ia menambahkan bahwa masalah ini adalah persoalan nasional yang tidak hanya terjadi di Jalan Gandhi, melainkan dapat berdampak pada seluruh pemilik SHM di Indonesia.
Selain itu, Bobby menyampaikan bahwa dari 17 unit rumah warga yang akan dieksekusi, beberapa telah memiliki Sertifikat Hak Milik dan sisanya merupakan tanah negara yang telah lama dikuasai oleh masyarakat. Gugatan hukum kolektif pun telah diajukan untuk mempertahankan kepemilikan tersebut. “Gugatan perlawanan yang baru ini adalah upaya kolektif dari warga, dengan dasar yang kuat berupa bukti-bukti lama dan dokumen yang menunjukkan bahwa tanah tersebut telah menjadi milik negara sejak tahun 1960-an,” jelasnya secara tidak langsung.
“Kami minta atensi kepada Bapak Menteri ATR/BPN dan Pak Presiden agar hukum kembali ditegakkan dengan adil. Terlebih lagi, dengan mendekati momentum bulan Ramadan, kami berharap tidak terjadi penindasan lebih lanjut terhadap warga yang telah lama membayar pajak dan memiliki sertifikat kepemilikan yang sah,” pungkas Bobby.