Kota Pinang, kedantv.com – Pengadilan Negeri Rantau Prapat menggelar sidang lapangan lanjutan dengan agenda konstatering di Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, pada Kamis (6/3/2025). Sidang ini merupakan bagian dari proses eksekusi perkara perdata terkait sengketa tanah antara pemohon Caroline dan termohon Syaripuddin.
Sidang berlangsung tegang setelah termohon, Syaripuddin, menyampaikan keberatan terhadap proses penunjukan batas tanah. Ia menyoroti bahwa pihak yang melakukan penunjukan batas bukanlah pemohon eksekusi, Caroline, melainkan salah satu anggota timnya yang membawa patok. Selain itu, ia mempertanyakan kejelasan luas lahan dan kepastian apakah lahan yang diukur sesuai dengan objek yang tercantum dalam putusan pengadilan.
Pelaksanaan Konstatering dan Keberatan yang Bermunculan
Konstatering di Desa Asam Jawa ini merupakan bagian dari jadwal empat tahap yang telah ditetapkan Pengadilan Negeri Rantau Prapat. Sejumlah pihak hadir, termasuk Panitera Muda Perdata Sapriono, SH., dua saksi ataupun juru sita, perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sekretaris Desa Asam Jawa, serta aparat kepolisian untuk pengamanan.
Dalam pelaksanaan konstatering di koordinat P.9, P.11, P.15, dan P.16, Panitera Muda Perdata membacakan Surat Tugas Nomor 5/PAN.PN/ST/HK2.4/III/2025. Surat ini menginstruksikan tim pengadilan untuk mencocokkan objek perkara sebelum eksekusi dilakukan.
Namun, keberatan dari pihak termohon langsung mencuat.
“Ini yang P.11 objeknya adalah rumah, Pak,” ujar Syaripuddin, mempertanyakan keabsahan lokasi yang diukur.
Keberatan juga datang dari kuasa hukum termohon, Dr. M. Sa’i Rangkuti, SH., MH, yang menegaskan hak kliennya untuk menunjukkan batas tanah serta mempertanyakan titik koordinat yang dianggap tidak sesuai dengan putusan.
Ketegangan di Lokasi dan Adu Argumen
Saat pencocokan objek dilakukan, ketegangan terjadi ketika termohon eksekusi mempertanyakan kewenangan tim pemohon dalam penunjukan batas tanah. Perdebatan sengit pun tak terhindarkan.
Kuasa hukum termohon, Rahmad Makmur Rambe, SH., MH, bahkan mengajukan keberatan bahwa objek nomor 11 yang diukur seharusnya berada di Kampung Kristen Air Batu, bukan di lahan perladangan yang saat ini menjadi objek konstatering.
“Objek nomor 11 ini bukan di sini. Seharusnya lokasinya berada di Kampung Kristen Air Batu, bukan di lahan perladangan ini,” tegasnya.
Selain itu, ia juga mempertanyakan luas objek nomor 9, yang dalam putusan disebut seluas 15 hektar, tetapi klaim di lapangan berbeda.
Menanggapi berbagai keberatan, Panitera Muda Perdata Sapriono menegaskan bahwa konstatering bertujuan untuk mencocokkan objek dengan putusan pengadilan.
“Kami hanya menjalankan tugas mencocokkan objek sesuai putusan yang ada. Jika ada pihak yang merasa haknya terganggu, silakan ajukan keberatan melalui jalur hukum di Pengadilan Negeri Rantau Prapat,” jelasnya.
Kuasa Hukum Syaripuddin: Objek Eksekusi Tidak Sesuai dengan Gugatan
Kuasa Hukum Syaripuddin, yang juga Ketua Tim Advokasi Hukum Pasti Bobby Sumut, Dr. M. Sa’i Rangkuti, SH., MH, menegaskan bahwa objek eksekusi tidak sesuai dengan gugatan awal di pengadilan.
“Hari ini kita menghadapi proses konstatering hari kedua. Kami mengikuti aturan main dalam pengukuran, tetapi setelah kita saksikan bersama, ternyata objek yang diukur oleh pemohon eksekusi tidak sesuai dengan surat yang mereka ajukan saat menggugat di Pengadilan Negeri Rantau Prapat,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa di atas areal tanah yang akan dieksekusi, terdapat kepemilikan pihak lain yang tidak termasuk dalam objek sengketa.
“Tadi juga kita lihat bahwa di atas objek tanah yang akan dieksekusi, ternyata ada tanah milik orang lain,” tambahnya.
Selain itu, Dr. Sa’i menegaskan bahwa lokasi objek tidak sesuai dengan yang seharusnya.
“Objek ini salah tempat. Seharusnya dilakukan di Kampung Kristen, tetapi malah dilakukan di Desa Asam Jawa,” tegasnya.
Dengan adanya temuan tersebut, ia menilai bahwa proses konstatering ini perlu ditinjau ulang untuk memastikan objek sesuai dengan putusan pengadilan.
Selanjutna, Dr. Sa’i mengungkapkan bahwa terdapat berbagai permasalahan di lapangan yang perlu diperhatikan.
“Setelah dilakukan konstatering di beberapa lokasi, ditemukan bahwa banyak objek tanah yang sudah tidak lagi berada dalam penguasaan termohon eksekusi. Sebagian besar telah dimiliki pihak lain dan bahkan telah diterbitkan sertifikat hak milik. Selain itu, ditemukan fakta bahwa ukuran dan luas tanah tidak jelas antara objek yang diukur dengan isi gugatan yang tidak mencantumkan luas secara spesifik,” ujar Dr. Sa’i.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa terdapat perbedaan batas-batas tanah di sisi timur, selatan, barat, dan utara. Persoalan yang paling mencolok di lapangan adalah ketidaktahuan pemohon eksekusi mengenai batas-batas objek tanah, wilayah, dan lokasinya secara pasti.
“Oleh karena itu, konstatering menjadi langkah penting untuk menghindari kesalahan dalam proses eksekusi, seperti mengeksekusi tanah milik pihak lain, yang berpotensi menimbulkan peristiwa hukum baru,” tegas Dr. Sa’i.
Syaripuddin: Penunjukan Batas dan Lokasi Objek Tidak Sesuai
Dalam wawancaranya, Termohon Eksekusi, Syaripuddin, menyampaikan beberapa keberatan terkait proses konstatering yang dilakukan. Salah satunya adalah mengenai penunjukan batas objek sengketa yang menurutnya tidak dilakukan langsung oleh pemohon, melainkan dengan bantuan pihak lain.
“Masalah pertama adalah penunjukan batas. Setiap pemohon seharusnya bisa menunjukkan batas-batas objeknya sendiri, tetapi dalam proses ini, mereka malah meminta bantuan orang lain,” ujar Syaripuddin.
Ia juga menyoroti ketidaksesuaian lokasi objek gugatan. Menurutnya, ada tiga objek gugatan di Dusun Tasik Rejo, Desa Asam Jawa, yakni poin 9, 15, dan 16. Namun, ada satu objek lainnya, yaitu poin 11, yang seharusnya berada di Dusun Aik Batu, Kampung Kristen.
“Namun, anehnya, semua objek tersebut mereka tunjukkan, ukur, dan cocokkan di satu titik yang sama, yaitu di Dusun Tasik Rejo, Desa Asam Jawa. Padahal, seharusnya objek nomor 11 berada di Kampung Kristen,” jelasnya.
Selain itu, Syaripuddin juga mengungkapkan adanya peralihan hak kepemilikan lahan.
“Lahan yang mereka klaim sebagai milik mereka ternyata sudah mengalami peralihan hak. Awalnya, kepemilikan atas nama Nurlisa, tetapi sekarang sudah menjadi milik orang lain. Bahkan, tadi ada pihak yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut di hadapan pengadilan dan menunjukkan bukti alas haknya,” pungkasnya.
Abdi: Akan Tempuh Jalur Hukum untuk Mempertahankan Tanah Orang Tuanya
Abdi, anak dari almarhum Iskandar, menyampaikan keberatannya terkait proses konstatering yang dilakukan di atas lahan yang ia klaim sebagai milik orang tuanya.
“Saya keberatan dengan adanya patok-patok di atas lahan milik orang tua saya,” ujar Abdi.
Ia juga menegaskan bahwa pemasangan patok dilakukan tanpa sepengetahuannya dan merasa haknya atas tanah tersebut telah dilanggar.
“Tanpa sepengetahuan saya, tanah ini dikotak-kotak oleh orang lain. Apa dasar hukumnya? Suratnya mana? Alas haknya bagaimana?” tanyanya dengan tegas.
Abdi menyatakan bahwa ia akan mengambil langkah hukum untuk mempertahankan hak atas tanah yang menurutnya milik keluarganya.
“Saya akan melakukan upaya hukum atas pemasangan patok di lahan orang tua saya. Saya akan mempertahankannya,” tegasnya.
Dengan pernyataan ini, Abdi memastikan bahwa ia tidak akan tinggal diam dan akan menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan hak atas tanah yang diklaim sebagai warisan keluarganya.